Jakarta, [Tanggal Hari Ini] - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Kasus ini bermula dari pengembangan perkara korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2021-April 2022.
Menurut keterangan Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar pada 12 April 2025, penyidik menemukan bukti adanya perkara serupa di PN Jakpus saat melakukan penggeledahan terkait kasus di Pengadilan Negeri Surabaya. Hal ini memicu serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah pihak, termasuk hakim dan pegawai pengadilan.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan pada 19 April 2025, bahwa pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara. Beberapa saksi yang diperiksa antara lain BM (Pegawai PN Jaksel), EI (Driver Wakil Kepala PN Jakpus), dan IS (istri tersangka ASB).
Dalam perkembangannya, Kejagung telah menetapkan beberapa hakim sebagai tersangka, termasuk Agam Syarif Baharuddin (hakim PN Jakpus), Ali Muhtarom (hakim ad hoc PN Jakpus), dan Djuyamto (hakim PN Jaksel). Mereka diduga menerima suap untuk memutus perkara korporasi minyak goreng dengan vonis lepas (onslag).
Terungkap pula adanya dugaan tawar menawar uang untuk memengaruhi putusan. Tersangka Wahyu Gunawan, seorang panitera, diduga meminta Aryanto Bakri (pengacara) menyiapkan dana sebesar Rp60 miliar. Dana tersebut kemudian diserahkan kepada Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.
Berikut adalah rincian dugaan pembagian uang suap:
Nama Hakim | Jumlah Suap (Estimasi) |
---|---|
Agam Syarif Baharuddin | Rp4,5 miliar |
Djuyamto | Rp6 miliar |
Ali Muhtarom | Rp5 miliar |
Para tersangka kini ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung untuk proses penyidikan lebih lanjut. Kasus ini menjadi sorotan karena mencoreng citra lembaga peradilan dan menegaskan komitmen Kejagung dalam memberantas korupsi.
Abdul Qohar menambahkan, Bahwa ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang, agar perkara tersebut diputus onslag, dan hal ini menjadi nyata ketika pada tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim.
Comments